A.
Latar
Belakang
Menurut Kridalaksana (1993:127) leksikon
merupakan komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan
pemakaian kata dalam suatu bahasa. Leksikon juga merupakan kekayaan kata yang
dimiliki suatu bahasa. Suatu untaian kalimat disebut ngoko atau krama
sebenarnya bergantung pada pemakaian dan pemilihan leksikon atau kata
(kosakata) di dalam kalimat itu secara tepat. Sampai saat ini istilah ngoko,
madya dan krama sekurang-kurangnya digunakan untuk dua pengertian, yaitu untuk
merujuk pada pengertian leksikon dan pengertian konstruksi (Purwo, 1991:1).
Meskipun begitu, istilah madya seperti halnya krama inggil dan krama andhap
hanya digunakan untuk merujuk ke pengertian leksikon bukan untuk merujuk ke
pengertian konstruksi.
Sedangkan untuk merujuk ke pengertian
konstruksi digunakan istilah ngoko lugu, ngoko alus, krama lugu, dan krama
alus. Konstruksi ngoko lugu, ngoko alus, krama lugu, dan krama alus sebenarnya
hanya merupakan varian dari konstruksi ngoko dan krama. Untuk bentuk madya
tidak dikelompokkan ke dalam bentuk konstruksi (kalimat), tetapi di kelompokkan
ke janis leksikon (kosakata). Hal ini disebabkan konstruksi madya sebenernya
merupakan bagian dari konstruksi krama yang kadar kehalusannya rendah. Namun
yang perlu diingat adalah bahwa yang rendah adalah kadar kehalusan bahasa bukan
sekedar kesatuan dari pembicara.
A.
Pengertian
Leksikon
Menurut Kridalaksana (1993:127) leksikon
merupakan komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan
pemakaian kata dalam suatu bahasa. Selain itu leksikon juga merupakan kekayaan
kata yang dimiliki suatu bahasa. Dilihat dari segi bentuk, leksikon bahasa jawa
dapat dibedakan menjadi enam yaitu sebagai berikut:
1.
Leksikon
Ngoko
Leksikon
ngoko merupakan dasar dari semua leksikon (Poedjasoedarma, 1979:24). Hal itu
berarti bahwa leksikon ini merupakan dasar pembentukan leksikon madya, krama,
krama andhap, dan krama inggil. Jika dilihat dari pemakaiannya, leksikon ngoko
dapa digunakan oleh:
a. Orang
pertama (O1)
Contoh:
aku arep mangan pelem
Saya
akan makan mangga
b. Orang
kedua (O2)
Contoh:
kowe arep mangan pelem?
Kamu
akan makan mangga?
c.
Orang ketiga (O3)
Contoh: dheweke
arep mangan pelem?
Dia akan makan
mangga?
Tampak
pada butir arep “akan” dan mangan “makan” pada kalimat 1 sampai tiga merupakan
leksikon ngoko yang dapat digunakan oleh orang pertama “kowe/aku”, oleh orang
kedua “kowe/kamu”, dan orang ketiga “dheweke/dia”. Setiap leksikon ngoko selalu
mempunyai padanan leksikon krama, madya, krama inggil, dan krama andhap. Jika
terdapat suatu leksikon yang diduga ngoko, tetapi tidak mempunyai padanan
leksikon krama, madya, krama inggil, atau krama andhap, maka leksikon tersebut
dikelompokkan ke dalam leksikon netral. Contoh seperti tabel berikut:
|
No
|
Leksikon
Ngoko
|
Padanan
leksikon
|
|||
|
Madya
|
Krama
|
Krama
Inggil
|
Krama
Andhap
|
||
|
1
2
3
4
5
6
|
Cendhela
Abang
Arep
Lunga
Aweh
Tangan
|
-
-
Ajeng
-
-
-
|
-
Abrit
Badhe
Kesah
Suka
-
|
-
-
-
Tindak
Atur
Asta
|
-
-
-
-
Paring
-
|
Leksikon netral tidak dikelompokkan
kedalam leksikon ngoko sebab jika leksikon netral dikelompokkan kedalam
leksikon ngoko barti leksikon netral tersebut harus mempunyai padanan leksikon
lain.
2.
Leksikon
Madya
Leksikon
madya merupakan leksikon krama yang kadar kehalusannya rendah. Meskipun begitu
apabila dibandingkan dengan leksikon ngoko, leksikon madya tetap menunjukkan
kadar kehalusan. Leksikon madya hanya berjumlah sekitar 54 kosakata. Pemakaian
leksion madya sama dengan pemakaian leksikon ngoko, yaitu:
a. Orang
pertama (O1)
Contoh:
kula ajeng teng Solo, sampeyan ajeng teng pundi?
Saya akan ke Solo, kamu akan kemana?
b. Orang
kedua (O2)
Contoh:
Ndika ajeng teng Solo napa teng Salatiga?
Kamu
akan ke Solo atau ke Salatiga?
c. Orang
ketiga (O3)
Contoh:
kiyambake ajeng teng Solo napa teng Salatiga?
Dia
akan ke Solo atau ke Salatiga?
Kata ajeng dan teng pada kalimat 1-3 diatas
merupakan leksikon madya yang digunakan (O1) kula, (O2) ndika dan (O3
kiyambake. Ndika, kiyambake napa juga termasuk leksikon
madya, sedangkan kata kula dan sampeyan termasuk leksikon krama. Tidak semua
bentuk ngoko mempunyai padanan bentuk madya. Perhatikan tabel berikut:
|
No
|
Ngoko
|
Madya
|
Krama
|
Makna
|
|
1
2
3
4
5
|
Abang
Gedhe
Larang
Percaya
Pitik
|
-
-
-
-
-
|
Abrit
Ageng
Awis
Pitados
Ayam
|
Merah
Besar
Mahal
Percaya
Ayam
|
Sedangkan semua leksikon madya selalu mempunyai
bentuk leksikon ngoko dan krama. Perhatikan tabel berikut:
|
No
|
Madya
|
Ngoko
|
Krama
|
Makna
|
|
1
2
3
4
5
|
Empun
Onten
Ajeng
Ndika
Teng
|
Uwis
Ana
Arep
Kowe
Menyang
|
Sampun
Wonten
Badhe
Panjenengan
Dhateng
|
Sudah
Ada
Akan
Kamu
Ke
|
Leksikon madya dapat
dikelompokan menjadi dua jenis yaitu:
a. Leksikon
madya yang merupakan pemendekan dari leksikon krama.
Contoh:
|
Krama
|
Madya
|
Makna
|
|
Sampun
Dumugi
Saking
Kemawon
|
Empun
Dugi
King
Mawon
|
Sudah
Sampai
Dari
Saja
|
b. Leksikon
madya yang bukan merupakan pemendekan dari leksikon krama.
Contoh:
|
Krama
|
Madya
|
Makna
|
|
Malih
Semanten
Saking
Satunggil
|
Melih
Semonten
Seking
Setunggil
|
Lagi
Sudah
Dari
satu
|
3.
Leksikon
Krama
Leksikon krama merupakan bentuk
halus dari leksikon ngoko. Poerwadarminta (1939:248) dan Tim Penyusun Kamus
Balai Bahasa Yogyakarta (2001:414), mengemukakan bahwa leksikon krama merupakan
leksikon penghormatan di dalam tingkat tutut berbahasa. Hal ini karena orang
yang berbahasa halus kepada mitra wicara belum tentu ia hormat kepada mitra
wicaranya itu. Ada beberapa alasan orang menggunakan bahasa krama yaitu:
a. Belum
mengenal mitra wicaranya
b. Mengharapkan
mitra wicara juga menggunakan bentuk krama
c. Merasa
segan pada mitra wicara
d. Menghindari
anggapan bahwa dirinya tidak tahu sopan santun.
Penggunaan leksikon krama sama
seperti leksikon ngoko dan madya yaitu:
a. Orang
pertama (O1)
Contoh:
kula badhe dateng magelang
Saya
akan pergi ke Magelang
b. Orang
kedua (O2)
Contoh:
panjenengan badhe dhateng magelang?
Kamu
mau ke Magelang?
c. Orang
ketiga (O3)
Contoh:
piyambakipun badhe dhateng Magelang?
Dia
akan ke Magelang
Leksikon krama merupakan bentuk
halus dari leksikon ngoko, oleh karna itu semua leksikon krama pasti mempunyai
padanan leksikon ngoko. Seperti pada tabel berikut:
|
Krama
|
Ngoko
|
Makna
|
|
Abrit
Benten
Cekap
Dalu
|
Abang
Beda
Cukup
Bengi
|
Merah
Beda
Cukup
Malam
|
Leksikon krama dapat dibedakan
menjadi 2 macam yaitu:
a. Leksikon
krama berbeda bentuk
Contoh:
Gedhe => ageng
Cilik
=> alit
Ireng
=> cemeng
b. Leksikon
krama yang bentuknya perubahan dari leksikon ngoko
Contoh:
Amarga => amargi
Cukup
=> cekap
Coba
=> cobi
Bentuk dari leksikon krama ada 2
yaitu:
a. Leksikon
krama baku
Contoh
: Wangsul, Sepuh, jawah
b. Leksikon
krama tidak baku atau krama desa
Contoh:
nami, setunggil, sepah
Leksikon krama tidak baku atau krama
desa ini mempunyai beberapa macam yaitu sebagai berikut:
1) Leksikon
krama desa bentuk variasi dari leksikon krama baku.
Contoh:
Nama => nami
Wangsul
=> wangsul
Nate
=> natos
2) Leksikon
krama desa bentuk variasi dari leksikon ngoko
Contoh:
Arti => artos
Terus
=> teras
Ulama
=> ulami
3) Leksikon
krama desa yang bukan dari leksikon krama atau ngoko.
Cotoh:
Angsal
Tanglet
Semerep
Leksikon
krama desa ini akan mengalami perkembangan, yaitu akan hilang atau malah akan
menjadi leksikon baku. Leksikon krama desa akan menghilang apabila masyarakat
yang ada di desa telah mengetahui bentuk leksikon krama standar.
4.
Leksikon
Krama Inggil
Di dalam unggah-ungguh bahasa jawa
terdapat sejumlah leksikon untuk menghormati mitra wicara dengan jalan
meninggikan mitra wicara, leksikon ini disebut leksikon krama inggil. Leksikon
krama inggil hanya dapat digunakan untuk oran lain, baik orang yang di ajak
bicara (O2) maupun orang yang dibicarakan (O3) tetapi tidak boleh digunakan
untuk diri sendiri (O1). Sebagai contoh, berikut ini:
·
Panjenengan punapa badhe tindak dhateng
Surabaya?
Apakah
anda akan pergi ke Surabaya?
·
Piyambakipu punapa badhe tindak dhateng
Surabaya?
Apakah
dia akan pergi ke Surabaya?
·
Bapak badhe tindak dhateng Surabaya?
Bapak akan pergi ke
Surabaya?
Butir tindak ‘pergi’ merupakan leksikon krama inggil
dipakai oleh orang kedua, yaitu oleh panjenengan. Namun, butir tindak tidak
dapat digunakan untuk diri sendiri karena dapat menimbulkan reaksi bagi orang
yang mendengarkan. Reaksinya adalah O1 dianggap sombong, merendahkan orang lain
dan meninggikan diri sendiri atau menjadi bahan tertawaan karena tidak dapat
berbahasa dengan benar.
Contoh:
·
Aku
arep tindak menyang Surabaya.
Saya akan pergi ke Surabaya.
·
Kulo
badhe tindak dhateng Surabaya.
Saya akan pergi ke Surabaya.
Akan tetapi, jika pemakaian
leksikon kesah (krama inggil)diganti lungo
(ngoko)
atau kesah (krama) seperti kalimat berikut ini.
·
Aku
arep lungo menyang Surabaya.
Saya akan pergi ke Surabaya.
·
Kulo
badhe kesah Dhateng Surabaya.
Saya akan pergi ke Surabaya.
Pemakaian leksikon krama kesah dikarenakan leksikon
tindak (karma inggil) tidak mempunyai padanan leksikon krama andhap. Leksikon
tindak hanya memiliki padanan kata kesah (krama) dan lunga (ngoko). Oleh sebab
itu, untuk merendahkan diri sendiri O1 menggunakan krama.
Leksikon krama inggil ada yang mempunyai padanan
leksikon krama dan ngoko serta ada pula yang hanya mempunyai padanan leksikon
ngoko dan tidak mempunyai leksikon lain.
|
Krama Inggil
|
Krama
|
Ngoko
|
Makna
|
|
dalem
|
griya
|
Omah
|
rumah
|
|
dhahar
|
nedha
|
mangan
|
Makan
|
|
pinarak
|
lenggah
|
linggih
|
Duduk
|
|
rawuh
|
dugi/dumungi
|
teka
|
datang
|
|
kondur
|
wangsul/mantuk
|
bali/mulih
|
pulang
|
|
asta
|
-
|
tangan
|
tangan
|
|
babaran
|
-
|
bayen
|
bersalin
|
|
grana
|
-
|
irung
|
hidung
|
|
rikma
|
-
|
rambut
|
rambut
|
|
Jangga
|
-
|
gulu
|
leher
|
Dari
bebrapa leksikon krama inggil ini yang paling membingungkan adalah penggunaan
kata atur dan bentukannya yaitu nature, ngaturaken, diaturi, diaturake,
dipunaturi dan dipunaturaken. Akan tetapi jika prinsip penggunaan krama inggil
dipakai maka kesulitan penggunaan kata atur dan bentukannya dapat dihindari.
Contoh :
·
Pak
Lurah arep dakaturi buku iki
Pak Lurah badhe kula aturi
buku punika.
Pak Lurah akan saya beri
buku ini
·
Pak
Lurah arep kokaturi/koaturibuku iki?
Pak Lurah badhe panjenengan
aturi buku punika?
Pak Lurah akan engkau beri
buku ini
·
Pak
Lurah arep diaturi buku iki?
Pak Lurah badhe dipunaturi
buku punika?
Pak Lurah akan diberi buku
ini?
Kata aturi
diatas dapat diganti dengan kata caosi sebab caosi juga termasuk krama inggil
sehngga kata tersebut dapat bersubstitusi seperti berikut
·
Pak
Luraharep dakcaosi buku iki.
Pak Lurahbadhe kula caosi
buku punika.
Pak Lurahakan saya beri buku
ini.
·
Pak
Lurah arep kokcaosi/kocaosi buku iki?
Pak Lurah badhe panjenengan
caosi buku punika?
Psk Lurahakan engkau beri
bukuini?
·
Pak
Lurah arep dicaosi bukuiki?
Pak Lurah badhe
dipuncaosibuku punika?
Pak Lurah akan diberi buku
ini?
Jika aturi dan caosi digunakan untuk diri sendiri menjadikan
O1 memaksa orang lain melakukan pekerjaan untuk O1.
Contoh
:
·
Aku
arep kokaturi/koaturi buku?
Aku arep panjenengan aturi
buku?
Kulo badhe panjenengan aturi
buku?
Saya akan kamu beri buku?
·
Aku
arep dicaosi buku ?
Kulo badhe dpuncaosi buku ?
Saya akan diberi buku?
5.
Leksikon
Krama Andhap
Leksikon
ini digunakan diri sendiri untuk menghormati mitra wicara dengan merendahkan diri
sendiri dan tidak dapat dipakai untuk orang lain.
Contoh:
·
Mangke
kulo kemawon ingkang sowan Pak Waridi.
Mengko aku wae sing sowan
Pak Waridi.
Nanti saya saja yang
menghadap Pak Waridi.
·
Mangke
panjenengan kemawon ingkang rawuh dhateng griya kula.
Mengko kowe wae sing rawuh
menyang omahku.
Nanti Anda saja yang datang
ke rumah saya.
·
Mangke
piyambakipun kemawon ingkang rawuh dhateng griya kula.
Mengko dheweke wae sing
rawuh menyang omahku.
Nanti dia saja yang datang
ke rumah saya.
Leksikon
krama andhap ada yang mempunyai padanan bentuk krama inggil da nada pula yang
tidak. Begitu juga sebaliknya, leksikon krama inggil tidak selalu mempunyai
padanan leksikon krama andhap.
|
Krama Andhap
|
Krama Inggil
|
Makna
|
|
Paring
|
atur/caos
|
beri
|
|
sowan
|
rawuh
|
datang
|
|
Marak
|
rawuh
|
datang
|
|
Suwun
|
ngersakaken
|
minta
|
|
Matur
|
ngendika
|
berkata/ mengatakan
|
|
dherek
|
ngrawuhi
|
ikut
|
|
Sare
|
-
|
tidur
|
|
Tindak
|
-
|
pergi
|
|
Dhahar
|
-
|
makan
|
|
Rawuh
|
-
|
datang
|
|
Busana
|
-
|
berhias
|
|
Soca
|
-
|
mata
|
|
Asta
|
-
|
tangan
|
6.
Leksikon
Krama Netral
Leksikon
ini tidak mempunyai padanan leksikon lain dan tidak mengungkapkan makna kasar
atau halus sehingga leksikon ini dapat digunakan diri sendiri (O1) dan untuk
orang lain.
|
Lesikon Netral
|
Padanan Leksikon
|
||||
|
Madya
|
Krama
|
Krama Lugu
|
Krama Andhap
|
Makna
|
|
|
cendela
|
-
|
-
|
-
|
-
|
jendela
|
|
sapu
|
-
|
-
|
-
|
-
|
sapu
|
|
radio
|
-
|
-
|
-
|
-
|
radio
|
|
kates
|
-
|
-
|
-
|
-
|
pepaya
|
|
Ayu
|
-
|
-
|
-
|
-
|
cantik
|
|
pelem
|
-
|
-
|
-
|
-
|
mangga
|
|
Coro
|
-
|
-
|
-
|
-
|
kecoak
|
7.
Leksikon
Kasar
Leksikon
kasar adalah leksikon yang mengungkapkan makna kasar. Sudaryanto (1989: 79-87)
menyebutkan leksikon kasae ini sebagai kata afektif. Jika dikaitkan dengan
nilai kesatuan, leksikon kasar adalah leksikon yang tidak mencermikan kesatuan.
Leksikon kasar ada dua macam : leksikon kasar yang benar-benar bermakna kasar
dan leksikon kasar yang berasal dari pergeseran makna leksikon ngoko, terjadi
karena perikutan makna sampingan melekat pada kata ngoko. Jika tidak ada
pengikutan makna tambahan, leksikon ngoko tetap mengungkapkan makna yang
netral, tidak kasar dan tidak halus.
|
Ngoko
|
Makna
|
Kasar
|
Makna
|
|
Endhas
|
kepala
|
endhasmu
|
kepalamu
|
|
Bathuk
|
dahi
|
bathukmu
|
dahimu
|
|
mata
|
mata
|
matamu
|
matamu
|
|
cangkem
|
mulut
|
cangkemmu
|
mulutmu
|
|
Untu
|
gigi
|
untumu
|
gigimu
|
|
Uteg
|
otak
|
utegmu
|
otakmu
|
|
Polo
|
otak
|
polomu
|
otakmu
|
|
Wadhuk
|
perut
|
wadhukmu
|
perutmu
|
|
Silit
|
dubur
|
silitmu
|
duburmu
|
|
Rupa
|
wajah
|
rupamu
|
wajahmu
|
|
Dhapur
|
potongan
|
dhapurmu
|
potonganmu/ wajahmu
|
Leksikon ngoko juga bias berupa nama binatang, profesi
seseorang, kata kerja juga bias menjadi leksikon kasar jika digunakan untuk
mengumpat orang lain.
|
Nama Binatang
|
Makna
|
Profesi seseorang
|
Makna
|
Kata Kerja
|
Makna
|
|
asu/kirik
|
anjing
|
bajingan
|
preman
|
nguntal
|
menelan
|
|
Celeng
|
babi hutan
|
germa
|
mucikari
|
mbudheg
|
tuli/bergaya tuli
|
8.
Leksikon
Lain
Leksikon lain adalah leksikon yang pemakaiannya hanya
terbatas pada ragam susastra (literer), leksikon itu ialah leksikon kawi. Sampai
saat ini penutur bahasa Jawa sering mencampuradukkan pengertian kawi (bahasa
Jawa Kawi) dengan Jawa Kuna (bahasa Jawa Kuna). Padahal, terdapat beberapa
perbedaan mendasar. Bahasa Jawa Kawi adalah bahasa Jawa Kuna yang digunakan
oleh pujangga (rakawi) dalam membuat serat/babad (kisah/cerita), tembang
(tembang), atau geguritan (puisi). Contoh: ratri (malam), rina (siang),
atmaja/suta/siwi (anak), kalpika (cincin), arga (gunung), kartika (bintang). Sedangkan,
bahasa Jawa Kuna ialah bahasa jawa yang diduga dipakai masyarakatjawa pada
zaman Mataram Hindu sampai Singasari.
Selain bentuk leksikon diatas dalam bahasa jawa
terdapat sejumlah leksikon krama yang hanya digunakan untuk anak-anak, seperti
berikut ini
·
Ndhuk,
kowe wis maem?
Nak, kamu sudah makan?
·
Yen
arep bobok, kowe kudu pipis dhisik lho.
Jika akan tidur, kamu harus
kencing terlebih dahulu.
Selain itu, ada pula leksikon yang
hanya digunakan oleh orang tua kepada orang yang lebih muda.
Contoh
:
·
Lho
Nak, slirane apa tau sakelas karo Budiarti?
Lo Nak, kamu pernah satu
kelas dengan Budiarti?
·
Sing
watuk-watuk iki mau sliramu ta, Dar? Dakdarani sapa.
Yang terbatuk-batuk tadi kamu, Dar? Saya kira siapa.

0 comments:
Post a Comment
silahkan tinggalkan komentar anda ...