Teach and Art

www.surwanti.com
UST.
About Me
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa.

Wednesday, 16 November 2016


 
A.    Latar Belakang
Menurut Kridalaksana (1993:127) leksikon merupakan komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam suatu bahasa. Leksikon juga merupakan kekayaan kata yang dimiliki suatu bahasa. Suatu untaian kalimat disebut ngoko atau krama sebenarnya bergantung pada pemakaian dan pemilihan leksikon atau kata (kosakata) di dalam kalimat itu secara tepat. Sampai saat ini istilah ngoko, madya dan krama sekurang-kurangnya digunakan untuk dua pengertian, yaitu untuk merujuk pada pengertian leksikon dan pengertian konstruksi (Purwo, 1991:1). Meskipun begitu, istilah madya seperti halnya krama inggil dan krama andhap hanya digunakan untuk merujuk ke pengertian leksikon bukan untuk merujuk ke pengertian konstruksi.
Sedangkan untuk merujuk ke pengertian konstruksi digunakan istilah ngoko lugu, ngoko alus, krama lugu, dan krama alus. Konstruksi ngoko lugu, ngoko alus, krama lugu, dan krama alus sebenarnya hanya merupakan varian dari konstruksi ngoko dan krama. Untuk bentuk madya tidak dikelompokkan ke dalam bentuk konstruksi (kalimat), tetapi di kelompokkan ke janis leksikon (kosakata). Hal ini disebabkan konstruksi madya sebenernya merupakan bagian dari konstruksi krama yang kadar kehalusannya rendah. Namun yang perlu diingat adalah bahwa yang rendah adalah kadar kehalusan bahasa bukan sekedar kesatuan dari pembicara.

A.    Pengertian Leksikon
Menurut Kridalaksana (1993:127) leksikon merupakan komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam suatu bahasa. Selain itu leksikon juga merupakan kekayaan kata yang dimiliki suatu bahasa. Dilihat dari segi bentuk, leksikon bahasa jawa dapat dibedakan menjadi enam yaitu sebagai berikut:

1.    Leksikon Ngoko
Leksikon ngoko merupakan dasar dari semua leksikon (Poedjasoedarma, 1979:24). Hal itu berarti bahwa leksikon ini merupakan dasar pembentukan leksikon madya, krama, krama andhap, dan krama inggil. Jika dilihat dari pemakaiannya, leksikon ngoko dapa digunakan oleh:
a.    Orang pertama (O1)
Contoh: aku arep mangan pelem
Saya akan makan mangga
b.    Orang kedua (O2)
Contoh: kowe arep mangan pelem?
Kamu akan makan mangga?
c.    Orang ketiga (O3)
Contoh: dheweke arep mangan pelem?
Dia akan makan mangga?
Tampak pada butir arep “akan” dan mangan “makan” pada kalimat 1 sampai tiga merupakan leksikon ngoko yang dapat digunakan oleh orang pertama “kowe/aku”, oleh orang kedua “kowe/kamu”, dan orang ketiga “dheweke/dia”. Setiap leksikon ngoko selalu mempunyai padanan leksikon krama, madya, krama inggil, dan krama andhap. Jika terdapat suatu leksikon yang diduga ngoko, tetapi tidak mempunyai padanan leksikon krama, madya, krama inggil, atau krama andhap, maka leksikon tersebut dikelompokkan ke dalam leksikon netral. Contoh seperti tabel berikut:







No
Leksikon
Ngoko
Padanan leksikon
Madya
Krama
Krama Inggil
Krama Andhap
1
2
3
4
5
6
Cendhela
Abang
Arep
Lunga
Aweh
Tangan
-
-
Ajeng
-
-
-
-
Abrit
Badhe
Kesah
Suka
-
-
-
-
Tindak
Atur
Asta
-
-
-
-
Paring
-

Leksikon netral tidak dikelompokkan kedalam leksikon ngoko sebab jika leksikon netral dikelompokkan kedalam leksikon ngoko barti leksikon netral tersebut harus mempunyai padanan leksikon lain.

2.    Leksikon Madya
Leksikon madya merupakan leksikon krama yang kadar kehalusannya rendah. Meskipun begitu apabila dibandingkan dengan leksikon ngoko, leksikon madya tetap menunjukkan kadar kehalusan. Leksikon madya hanya berjumlah sekitar 54 kosakata. Pemakaian leksion madya sama dengan pemakaian leksikon ngoko, yaitu:
a.    Orang pertama (O1)
Contoh: kula ajeng teng Solo, sampeyan ajeng teng pundi?
Saya akan ke Solo, kamu akan kemana?
b.      Orang kedua (O2)
Contoh: Ndika ajeng teng Solo napa teng Salatiga?
Kamu akan ke Solo atau ke Salatiga?
c.       Orang ketiga (O3)
Contoh: kiyambake ajeng teng Solo napa teng Salatiga?
Dia akan ke Solo atau ke Salatiga?
Kata ajeng dan teng pada kalimat 1-3 diatas merupakan leksikon madya yang digunakan (O1) kula, (O2) ndika dan (O3 kiyambake. Ndika, kiyambake napa juga termasuk leksikon madya, sedangkan kata kula dan sampeyan termasuk leksikon krama. Tidak semua bentuk ngoko mempunyai padanan bentuk madya. Perhatikan tabel berikut:



No
Ngoko
Madya
Krama
Makna
1
2
3
4
5
Abang
Gedhe
Larang
Percaya
Pitik
-
-
-
-
-
Abrit
Ageng
Awis
Pitados
Ayam
Merah
Besar
Mahal
Percaya
Ayam

Sedangkan semua leksikon madya selalu mempunyai bentuk leksikon ngoko dan krama. Perhatikan tabel berikut:
No
Madya
Ngoko
Krama
Makna
1
2
3
4
5
Empun
Onten
Ajeng
Ndika
Teng
Uwis
Ana
Arep
Kowe
Menyang
Sampun
Wonten
Badhe
Panjenengan
Dhateng
Sudah
Ada
Akan
Kamu
Ke

Leksikon madya dapat dikelompokan menjadi dua jenis yaitu:
a.       Leksikon madya yang merupakan pemendekan dari leksikon krama.
Contoh:
Krama
Madya
Makna
Sampun
Dumugi
Saking
Kemawon
Empun
Dugi
King
Mawon
Sudah
Sampai
Dari
Saja

b.      Leksikon madya yang bukan merupakan pemendekan dari leksikon krama.
Contoh:
Krama
Madya
Makna
Malih
Semanten
Saking
Satunggil
Melih
Semonten
Seking
Setunggil
Lagi
Sudah
Dari
satu

3.    Leksikon Krama
Leksikon krama merupakan bentuk halus dari leksikon ngoko. Poerwadarminta (1939:248) dan Tim Penyusun Kamus Balai Bahasa Yogyakarta (2001:414), mengemukakan bahwa leksikon krama merupakan leksikon penghormatan di dalam tingkat tutut berbahasa. Hal ini karena orang yang berbahasa halus kepada mitra wicara belum tentu ia hormat kepada mitra wicaranya itu. Ada beberapa alasan orang menggunakan bahasa krama yaitu:
a.       Belum mengenal mitra wicaranya
b.      Mengharapkan mitra wicara juga menggunakan bentuk krama
c.       Merasa segan pada mitra wicara
d.      Menghindari anggapan bahwa dirinya tidak tahu sopan santun.
Penggunaan leksikon krama sama seperti leksikon ngoko dan madya yaitu:
a.       Orang pertama (O1)
Contoh: kula badhe dateng magelang
Saya akan pergi ke Magelang
b.      Orang kedua (O2)
Contoh: panjenengan badhe dhateng magelang?
Kamu mau ke Magelang?
c.       Orang ketiga (O3)
Contoh: piyambakipun badhe dhateng Magelang?
Dia akan ke Magelang
Leksikon krama merupakan bentuk halus dari leksikon ngoko, oleh karna itu semua leksikon krama pasti mempunyai padanan leksikon ngoko. Seperti pada tabel berikut:

Krama
Ngoko
Makna
Abrit
Benten
Cekap
Dalu
Abang
Beda
Cukup
Bengi
Merah
Beda
Cukup
Malam

Leksikon krama dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu:
a.       Leksikon krama berbeda bentuk
Contoh: Gedhe => ageng
Cilik => alit
Ireng => cemeng
b.      Leksikon krama yang bentuknya perubahan dari leksikon ngoko
Contoh: Amarga => amargi
Cukup => cekap
Coba => cobi
Bentuk dari leksikon krama ada 2 yaitu:
a.       Leksikon krama baku
Contoh : Wangsul, Sepuh, jawah
b.      Leksikon krama tidak baku atau krama desa
Contoh: nami, setunggil, sepah
Leksikon krama tidak baku atau krama desa ini mempunyai beberapa macam yaitu sebagai berikut:
1)      Leksikon krama desa bentuk variasi dari leksikon krama baku.
Contoh: Nama => nami
Wangsul => wangsul
Nate => natos
2)      Leksikon krama desa bentuk variasi dari leksikon ngoko
Contoh: Arti => artos
Terus => teras
Ulama => ulami
3)      Leksikon krama desa yang bukan dari leksikon krama atau ngoko.
Cotoh: Angsal
Tanglet
Semerep
Leksikon krama desa ini akan mengalami perkembangan, yaitu akan hilang atau malah akan menjadi leksikon baku. Leksikon krama desa akan menghilang apabila masyarakat yang ada di desa telah mengetahui bentuk leksikon krama standar.

4.    Leksikon Krama Inggil
Di dalam unggah-ungguh bahasa jawa terdapat sejumlah leksikon untuk menghormati mitra wicara dengan jalan meninggikan mitra wicara, leksikon ini disebut leksikon krama inggil. Leksikon krama inggil hanya dapat digunakan untuk oran lain, baik orang yang di ajak bicara (O2) maupun orang yang dibicarakan (O3) tetapi tidak boleh digunakan untuk diri sendiri (O1). Sebagai contoh, berikut ini:
·         Panjenengan punapa badhe tindak dhateng Surabaya?
Apakah anda akan pergi ke Surabaya?
·         Piyambakipu punapa badhe tindak dhateng Surabaya?
Apakah dia akan pergi ke Surabaya?
·         Bapak badhe tindak dhateng Surabaya?
Bapak akan pergi ke Surabaya?

Butir tindak ‘pergi’ merupakan leksikon krama inggil dipakai oleh orang kedua, yaitu oleh panjenengan. Namun, butir tindak tidak dapat digunakan untuk diri sendiri karena dapat menimbulkan reaksi bagi orang yang mendengarkan. Reaksinya adalah O1 dianggap sombong, merendahkan orang lain dan meninggikan diri sendiri atau menjadi bahan tertawaan karena tidak dapat berbahasa dengan benar.
Contoh:
·         Aku arep tindak menyang Surabaya.
Saya akan pergi ke Surabaya.
·         Kulo badhe tindak dhateng Surabaya.
Saya akan pergi ke Surabaya.

Akan tetapi, jika pemakaian leksikon kesah (krama inggil)diganti lungo
(ngoko) atau kesah (krama) seperti kalimat berikut ini.
·         Aku arep lungo menyang Surabaya.
Saya akan pergi ke Surabaya.
·         Kulo badhe kesah Dhateng Surabaya.
Saya akan pergi ke Surabaya.

Pemakaian leksikon krama kesah dikarenakan leksikon tindak (karma inggil) tidak mempunyai padanan leksikon krama andhap. Leksikon tindak hanya memiliki padanan kata kesah (krama) dan lunga (ngoko). Oleh sebab itu, untuk merendahkan diri sendiri O1 menggunakan krama.
Leksikon krama inggil ada yang mempunyai padanan leksikon krama dan ngoko serta ada pula yang hanya mempunyai padanan leksikon ngoko dan tidak mempunyai leksikon lain.

Krama Inggil
Krama
Ngoko
Makna
dalem
griya
Omah
rumah
dhahar
nedha
mangan
Makan
pinarak
lenggah
linggih
Duduk
rawuh
dugi/dumungi
teka
datang
kondur
wangsul/mantuk
bali/mulih
pulang
asta
-
tangan
tangan
babaran
-
bayen
bersalin
grana
-
irung
hidung
rikma
-
rambut
rambut
Jangga
-
gulu
leher

            Dari bebrapa leksikon krama inggil ini yang paling membingungkan adalah penggunaan kata atur dan bentukannya yaitu nature, ngaturaken, diaturi, diaturake, dipunaturi dan dipunaturaken. Akan tetapi jika prinsip penggunaan krama inggil dipakai maka kesulitan penggunaan kata atur dan bentukannya dapat dihindari.
Contoh :
·         Pak Lurah arep dakaturi buku iki
Pak Lurah badhe kula aturi buku punika.
Pak Lurah akan saya beri buku ini
·         Pak Lurah arep kokaturi/koaturibuku iki?
Pak Lurah badhe panjenengan aturi buku punika?
Pak Lurah akan engkau beri buku ini
·         Pak Lurah arep diaturi buku iki?
Pak Lurah badhe dipunaturi buku punika?
Pak Lurah akan diberi buku ini?

Kata aturi diatas dapat diganti dengan kata caosi sebab caosi juga termasuk krama inggil sehngga kata tersebut dapat bersubstitusi seperti berikut
·         Pak Luraharep dakcaosi buku iki.
Pak Lurahbadhe kula caosi buku punika.
Pak Lurahakan saya beri buku ini.
·         Pak Lurah arep kokcaosi/kocaosi buku iki?
Pak Lurah badhe panjenengan caosi buku punika?
Psk Lurahakan engkau beri bukuini?
·         Pak Lurah arep dicaosi bukuiki?
Pak Lurah badhe dipuncaosibuku punika?
Pak Lurah akan diberi buku ini?
Jika aturi dan caosi digunakan untuk diri sendiri menjadikan O1 memaksa orang lain melakukan pekerjaan untuk O1.
Contoh :
·         Aku arep kokaturi/koaturi buku?
Aku arep panjenengan aturi buku?
Kulo badhe panjenengan aturi buku?
Saya akan kamu beri buku?
·         Aku arep dicaosi buku ?
Kulo badhe dpuncaosi buku ?
Saya akan diberi buku?

5.    Leksikon Krama Andhap
Leksikon ini digunakan diri sendiri untuk menghormati mitra wicara dengan merendahkan diri sendiri dan tidak dapat dipakai untuk orang lain.
Contoh:
·         Mangke kulo kemawon ingkang sowan Pak Waridi.
Mengko aku wae sing sowan Pak Waridi.
Nanti saya saja yang menghadap Pak Waridi.
·         Mangke panjenengan kemawon ingkang rawuh dhateng griya kula.
Mengko kowe wae sing rawuh menyang omahku.
Nanti Anda saja yang datang ke rumah saya.
·         Mangke piyambakipun kemawon ingkang rawuh dhateng griya kula.
Mengko dheweke wae sing rawuh menyang omahku.
Nanti dia saja yang datang ke rumah saya.

Leksikon krama andhap ada yang mempunyai padanan bentuk krama inggil da nada pula yang tidak. Begitu juga sebaliknya, leksikon krama inggil tidak selalu mempunyai padanan leksikon krama andhap.

Krama Andhap
Krama Inggil
Makna
Paring
atur/caos
beri
sowan
rawuh
datang
Marak
rawuh
datang
Suwun
ngersakaken
minta
Matur
ngendika
berkata/ mengatakan
dherek
ngrawuhi
ikut
Sare
-
tidur
Tindak
-
pergi
Dhahar
-
makan
Rawuh
-
datang
Busana
-
berhias
Soca
-
mata
Asta
-
tangan

6.      Leksikon Krama Netral
Leksikon ini tidak mempunyai padanan leksikon lain dan tidak mengungkapkan makna kasar atau halus sehingga leksikon ini dapat digunakan diri sendiri (O1) dan untuk orang lain.
Lesikon Netral
Padanan Leksikon
Madya
Krama
Krama Lugu
Krama Andhap
Makna
cendela
-
-
-
-
jendela
sapu
-
-
-
-
sapu
radio
-
-
-
-
radio
kates
-
-
-
-
pepaya
Ayu
-
-
-
-
cantik
pelem
-
-
-
-
mangga
Coro
-
-
-
-
kecoak

7.      Leksikon Kasar
Leksikon kasar adalah leksikon yang mengungkapkan makna kasar. Sudaryanto (1989: 79-87) menyebutkan leksikon kasae ini sebagai kata afektif. Jika dikaitkan dengan nilai kesatuan, leksikon kasar adalah leksikon yang tidak mencermikan kesatuan. Leksikon kasar ada dua macam : leksikon kasar yang benar-benar bermakna kasar dan leksikon kasar yang berasal dari pergeseran makna leksikon ngoko, terjadi karena perikutan makna sampingan melekat pada kata ngoko. Jika tidak ada pengikutan makna tambahan, leksikon ngoko tetap mengungkapkan makna yang netral, tidak kasar dan tidak halus.

Ngoko
Makna
Kasar
Makna
Endhas
kepala
endhasmu
kepalamu
Bathuk
dahi
bathukmu
dahimu
mata
mata
matamu
matamu
cangkem
mulut
cangkemmu
mulutmu
Untu
gigi
untumu
gigimu
Uteg
otak
utegmu
otakmu
Polo
otak
polomu
otakmu
Wadhuk
perut
wadhukmu
perutmu
Silit
dubur
silitmu
duburmu
Rupa
wajah
rupamu
wajahmu
Dhapur
potongan
dhapurmu
potonganmu/ wajahmu

Leksikon ngoko juga bias berupa nama binatang, profesi seseorang, kata kerja juga bias menjadi leksikon kasar jika digunakan untuk mengumpat orang lain.

Nama Binatang
Makna
Profesi seseorang
Makna
Kata Kerja
Makna
asu/kirik
anjing
bajingan
preman
nguntal
menelan
Celeng
babi hutan
germa
mucikari
mbudheg
tuli/bergaya tuli

8.      Leksikon Lain
Leksikon lain adalah leksikon yang pemakaiannya hanya terbatas pada ragam susastra (literer), leksikon itu ialah leksikon kawi. Sampai saat ini penutur bahasa Jawa sering mencampuradukkan pengertian kawi (bahasa Jawa Kawi) dengan Jawa Kuna (bahasa Jawa Kuna). Padahal, terdapat beberapa perbedaan mendasar. Bahasa Jawa Kawi adalah bahasa Jawa Kuna yang digunakan oleh pujangga (rakawi) dalam membuat serat/babad (kisah/cerita), tembang (tembang), atau geguritan (puisi). Contoh: ratri (malam), rina (siang), atmaja/suta/siwi (anak), kalpika (cincin), arga (gunung), kartika (bintang). Sedangkan, bahasa Jawa Kuna ialah bahasa jawa yang diduga dipakai masyarakatjawa pada zaman Mataram Hindu sampai Singasari.
Selain bentuk leksikon diatas dalam bahasa jawa terdapat sejumlah leksikon krama yang hanya digunakan untuk anak-anak, seperti berikut ini
·         Ndhuk, kowe wis maem?
Nak, kamu sudah makan?
·         Yen arep bobok, kowe kudu pipis dhisik lho.
Jika akan tidur, kamu harus kencing terlebih dahulu.

            Selain itu, ada pula leksikon yang hanya digunakan oleh orang tua kepada orang yang lebih muda.
Contoh :
·         Lho Nak, slirane apa tau sakelas karo Budiarti?
Lo Nak, kamu pernah satu kelas dengan Budiarti?
·         Sing watuk-watuk iki mau sliramu ta, Dar? Dakdarani sapa.
Yang terbatuk-batuk tadi kamu, Dar? Saya kira siapa.

0 comments:

Post a Comment

silahkan tinggalkan komentar anda ...